Minggu, 10 Januari 2016

MAKALAH PASIEN SAFETY

MAKALAH PASIEN SAFETY
“LANGKAH-LANGKAH PASIEN SAFETY di RUMAH SAKIT, PROVINSI, KABUPATEN, dan PUSKESMAS”



DISUSUN OLEH :
1.                  Alldila Putri Nurafni
2.                  Anggun Dwiki Saptia Rizqi
3.                  Anisa Eka Wulandari
4.                  Yuliana Yustina
5.                  Yunita Sri Anggraini W



BAB I
PENDAHULUAN
A.            Latar Belakang
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staff  Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cidera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien. Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain. Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, yang hanya terlihat sedikit dibagian puncaknya namun besar diakarnya.
B.             Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Kami membuat makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana langkah-langkah pasien safety di Rs, Provinsi, Kabupaten, dan Puskesmas .
2. Tujuan Khusus
                        Tujuan khusus dalam pembuatan makalah ini yaitu :
a.    Mahasiswa dapat menyelesaikan tugas Manajemen Pasien Safety khususnya kasus mengenai Langkah-langkah pasien safety di Rs, Provinsi, Kabupaten, dan Puskesmas
b.    Mahasiswa dapat mengetahui apa saja langkah-langkah pasien safety di RS
c.    Mahasiswa dapat mengetahui apa saja langkah-langkah pasien safety di Provinsi
d.    Mahasiswa dapat mengetahui apa saja langkah-langkah pasien safety di Kabupaten
e.    Mahasiswa dapat mengetahui apa saja langkah-langkah pasien safety di Puskesmas
C.             Sistematika Penulisan
Terdiri dari 3 bab. Bab I berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II berisi tentang tinjauan teoritis. Bab III berisi tentang penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.












BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.     Pengertian Patient safety
Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan.
Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).
Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient safety adalah tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan. Keselamatan pasien (patient safety;;) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko. Meliputi: assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
B.      Rumah sakit
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit

1.      Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
a.      Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
b.      Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c.       Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d.      Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
a.      Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b.      Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat

2.      Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus yang kuat & jelas tentang KP di RS anda”
Bagi Rumah Sakit:
a.      Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b.      Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi “Penggerak” (champion) KP
c.       Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
d.      Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
a.      Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan KP
b.      Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c.       Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden

3.      Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah”
Bagi Rumah Sakit:
a.      Strukur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup KP
b.      Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c.       Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian terhadap pasien
Bagi Tim:
a.      Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada manajemen terkait
b.      Penilaian risiko pada individu pasien
c.   Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tersebut.

4.      Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS”
Bagi Rumah Sakit:
a.   Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
a.    Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang penting

5.      Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien”
Bagi Rumah Sakit:
a.      Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien & keluarga
b.      Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
c.       Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan pasien)
Bagi Tim:
a.      Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi insiden
b.      Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi insiden
c.       Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien & keluarga.




6.      Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Rumah Sakit:
a.      Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
b.      Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun untuk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
a.      Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
b.      Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut

7.      Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
a.      Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis
b.      Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien
c.       Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d.      Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
e.      Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden
Bagi Tim:
a.      Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
b.      Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
c.       Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan

WHO Collaborating Centre for Patient safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient safety Solutions” (“Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit”). Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.
Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error) mau pun yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah.



Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
1.      Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
2.      Pastikan Identifikasi Pasien.
       Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3.      Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
4.      Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
5.      Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated)
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
6.      Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
7.      Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar).
8.      Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
9.      Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang lain.







Aplikasi kegiatan pasien safety di Rumah Sakit
Topik-topik quality assurance yang dapat di lakukan di rumah sakit



1.      Tindakan pelayanan medis pada umumnya
2.      Kegiatan-kegiatan pre dan pasca operatif
3.      Kebijaksanaan terapi, termasuk terapi antibiotika
4.      Reaksi transfusi darah
5.      Pelayanan laboratorium
6.      Pelayanan radiologi
7.      Koordinasi pelayanan gawat darurat
8.      Pengendalian infeksi nosokomial
9.      Kebersihan dan sterilisasi





C.      Puskesmas
Tujuan dari penerapan Patient Safety di Puskesmas adalah menekan sekecil mungkin kejadian yang tidak diharapkan (KTD) atau Medical Error pada pasien. Setiap tindakan hanya dilakukan berdasar kan SOP. Dimasing-masing unit kerja di Puskesmas di lengkapi dengan SOP ( Standard Operating Procedure ) untuk tindakan-tindakan tertentu. Di Puskesmas yang menerapkan Patient Safety, keselamatan pasiennya akan terjaga atau terjamin dari setiap tindakan medis yang keliru ( pemeriksaan, diagnosa, injeksi, obat, tindakan bedah, dll )yang dilakukan tenaga kesehatan, maupun dari faktor lain didalam gedung Puskesmas (sampah medis lantai yang licin, dsb ). Artinya pasien yang datang ke Puskesmas dengan penyakit tertentu,keluarnya tidak bertambah parah atau malah jumlah penyakitnya bertambah. Kesalahan tindakan, kesalahan diagnosa, kesalahan obat sedapat mungkin dihindari.   Setiap tindakan ( minor surgery, injeksi, pemberian obat, imunisasi ) harus selalu dipikirkan keselamatan pasien. Setiap tenaga kesehatan dibiasakan untuk selalu berpikir ‘keselamatan pasien, tidak hanya tindakan medis tetapi juga non medis (program yankesmas)
Usaha- Usaha Pokok Puskesmas :
Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh (comprehensive health care services ) kepada seluruh masyarakat diwilayah kerjanya, puskesmas menjalankan  beberapa usaha pokok ( basic health care services) yang meliputi program sebagai berikut :


1.      Kesehatan  ibu dan anak
2.      Keluarga berencana (KB)
3.      Pemberantasan penyakit penular
4.      Peningkatan gizi
5.      Kesehatan lingkungan
6.      Pengobatan
7.      Penyuluhan kesehatan masyarakat
8.      Laboraturium
9.      Kesehatan sekolah
10.  Perawatan kesehatan masyarakat
11.  Kesehatan jiwa
12.  Kesehatan gigi



1.      Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Tujuan Umum :
a.      Menurunkan kematian (mortality) dan kejadian sakit ( morbility) di kalangan ibu. Kegiatan program ini ditunjukan untuk menjaga kesehatan ibu selama kehamilan, pada saat bersalin dan saat ibu menyusui.
b.      Meningkatkan derajat kesehatan anak, melalui pemantauan status gizi dan pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang bisa di cegah dengan imunisasi dasar sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

2.      Keluarga Berencana (KB)
Tujuan :
Untuk jangka panjang program KB bertujuan menurunkan angka kelahiran dan meningkatkan kesehatan ibu sehingga akan berkembang Normal Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)

3.      Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
Tujuan :
Menemukan kasus penyakit menular sedini mungkin, dan mengurangi berbagai risiko lingkungan masyarakat yang memudahkan terjadinya penyebaran suatu penyakit menular.

4.      Upaya Peningkatan Gizi
Tujuan :
Meningkatkan status gizi masyarakat melalui usaha pemantauan status gizi kelompok-kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi (Ibu hamil dan balita), pemberian makanan tambahan (PMT) baik yang bersifat penyuluhan maupun pemulihan.
5.      Usaha Kesehatan Lingkungan
Tujuan :
Menanggulangi dan menghilangkan unsur-unsur fisik pada lingkungan sehingga faktor lingkungan yang kurang sehat tidak menjadi faktor risiko timbulnya penyakit di masyarakat.

6.      Pengobatan
Tujuan :
Memberi pengobatan dan perawatan di Puskesmas (khusus untuk Puskesmas perawatan).


7.      Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM)
Tujuan :
Meningkatkan kesadaran penduduk akan nilai kesehatan, melalui upaya promosi kesehatan sehingga masyarakat dengan sadar mau mengubah perilaku nya menjadi perilaku sehat.

8.      Laboratorium
Tujuan :
Memeriksa sediaan ( spicement) darah, sputum, feses, urine untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit. Kegiatan laboratorium merupakan kegiatan penunjang program lain seperti program pengobatan, KIA,KB dan P2M.

9.      Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Tujuan :
Meningkatkan derajat kesehatan anak dan lingkungan sekolah.

10.  Perawatan Kesehatan Masyarakat/Public Health Nursing (PHN)
Tujuan :
a.      Memberikan pelayanan perawatan secara menyeluruh ( comprehensive helath care) kepada pasien atau keluarganya dirumah pasien dengan mengikutsertakan keluarga dan kelompok masyarakat disekitarnya.
b.      Membantu keluarga dan masyarakat mengenal kebutuhan kesehatan nya sendiri dan cara cara penanggulangan nya di sesuai kan dengan batas-batas kemampuan mereka.
c.       Menunjang program kesehatan lainnya dalam usaha pencegahan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan individu dan keluarga nya.

11.  Usaha Kesehatan Jiwa (UKJ)
Tujuan :
Untuk mencapai tingkat kesehatan jiwa masyarakat secara optimal.

12.  Usaha Kesehatan Gigi (UKG)
Tujuan :
Menghilangkan atau mengurangi gangguan kesehatan gigi dan mempertinggi kesadaran kelompok-kelompok masyarakat tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi.





D.     Di Provinsi/Kabupaten/Kota

Langkah – langkah kegiatan pelaksanaan patien safety di Provinsi/Kabupaten/Kota :
1.      Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit di wilayahnya
2.      Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
3.      Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit

E.      Di Pusat

Langkah – langkah kegiatan pelaksanaan patien safety di Pusat :
1.      Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
2.      Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3.      Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan.
4.      Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatan pasien.
Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan budaya Patient safety ini
1.      Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalam safer patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.

2.      Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.

3.      Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.


4.      Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.

5.      Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.

6.      Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.

7.      Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?

8.      Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat.




BAB III
PENUTUP
A.            Kesimpulan
Penatalaksanaan patient safety dalam rumah sakit, puskesmas, pusat, kabupaten, dan provinsi, dilakukan secara optimal hal ini dapat diketahui dari masih adanya indicator pelaksana patient safety yang dilakukan
Hambatan yang dirasakan dalam pelaksanaan patient safety adalah kurangnya pengetahuan terhadap pentingnya patient safety serta kuantitas baik sumber daya manusia maupun sarana dan prasarananya.

Harapan agar dalam penatalaksaannya dapat lebih baik adalah diadakanya fungsi sosialisasi mengenai pentingnya patient safety berdasarkan langkah langkah yang telah tertera, sehigga kualitas mutu pelayanan dapat meningkat.

DAFTAR PUSTAKA
Nenny, dkk., 2014. Konsep Manajemen Keselamatan Pasien Berbasis Program di RSUD    Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah, (online), (pustaka.unpad.ac.id>uploads>2014/01.htm., diakses tanggal 14 september 2015)
Muninjaya,Gde., 1999. Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC.
Regina pung pung, A., 2014. Patient Safety Administrasi Dan Manajemen Kesehatan,       (online), (www.academia.edu/9191556/patient_safety.htm., diakses tanggal                       14 september 2015)
Wijono,Joko., 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya : Airlangga           University Press.